Beranda | Artikel
Lorong-lorong Syetan untuk Menyesatkan Manusia
Sabtu, 24 September 2022

LORONG-LORONG SYETAN UNTUK MENYESATKAN MANUSIA

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan dosa dan maksiat. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diturunkan al-Qur`an kepadanya, sebagai pengobat hati dan badan, juga kepada keluarga dan sahabatnya hingga hari pembalasan. Adapun sesudah itu,

Sesungguhnya pada perbuatan maksiat terdapat celah-celah dan pintu-pintu yang apabila hamba menutupnya dengan kuat dan selalu menjaganya dengan sabar, niscaya syetan tidak mendapatkan jalan untuk menjerumuskannya ke dalam dosa dan maksiat, lalu ia kembali dalam keadaan merugi. Dan sebaliknya, apabila seorang hamba tidak menjaga celah-celah dan pintu-pintu itu, tentu syetan mendapatkan jalan kepadanya. Celah-celah dan pintu-pintu tersebut memudahkannya menyerang hamba tersebut dan menjerumuskannya ke dalam perbuatan maksiat sedikit demi sedikit.

Celah-celah ini adalah : Pandangan mata, Bisikan hati, Ucapan lisan dan Langkah kaki.

Ibnu al-Qayyim rahimahullah telah berbicara tentang empat celah ini, menjelaskan bahaya melalaikannya, dan tata-cara menjaganya, supaya hamba selamat dari serangan syetan dan bisikannya. Di antara perkataan Ibnu al-Qayyim rahimahullah: ‘Manakala langkah pertama maksiat tersebut adalah dari sisi pandangan mata, dijadikanlah perintah menundukkan pandangan didahulukan terhadap memelihara kemaluan. Sesungguhnya segala peristiwa berawal dari pandangan, sebagaimana api besar bersumber dari percikan api kecil. Maka berawal dari pendangan mata, kemudian bisikan hati, kemudian langkah, kemudian kesalahan.’

Dan karena sebab inilah dikatakan: Barangsiapa yang memelihara empat perkara ini niscaya ia memelihara agamanya: Pandangan mata, Bisikan hati, Ucapan lisan, dan Langkah kaki.

Maka hamba harus menjadi penjaga dirinya terhadap empat pintu ini dan selalu menjaga celah-celahnya karena musuh akan masuk melaluinya, lalu menyerang secara merajalela dan membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang dia kuasai. Oleh karena kebanyakan masuknya maksiat terhadap seorang hamba berasal dari empat pintu ini, maka kami akan menyebutkan satu pasal yang sesuai di setiap bab.

Pertama: Pandangan Mata
Adapun pandangan adalah pemandu syahwat dan utusannya. Dan menjaganya adalah dasar untuk menjaga kemaluan. Maka barangsiapa yang melepaskan pandangannya, berarti ia mendatangkan dirinya kepada sumber-sumber kebinasaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ اْلآخِرَةُ.

Janganlah engkau meneruskan pandangan pertama dengan pandangan kedua, sesungguhnya hanya boleh bagimu pada pandangan pertama, dan tidak boleh pada pandangan kedua.” [HR. Ahmad].

Dan beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَاْلجُلُوْسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ. قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ, مَجَالِسُنَا مَالَنَا بُدٌّ مِنْهَا. قَالَ: إِنْ كُنْتُمْ لاَ بُدَّ فَاعِلِيْنَ, فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ. قَالُوْا: وَمَا حَقُّهُ؟ قَالَ: غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ اْلأَّذَى وَرَدُّ السَّلاَمِ.

Hindarilah duduk-duduk di jalanan.’ Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, ia adalah mejelis-majelis kami, kami tidak bisa meninggalkannya.’ Beliau bersabda, ‘Jika kamu memang tetap melakukan, maka berikanlah hak jalanan.’ Mereka bertanya, ‘Apakah haknya?’ Beliau menjawab, Menahan pandangan, tidak mengganggu, dan menjawab salam.” [Muttafaqun ‘alaih].

Pandangan mata umumnya merupakan sumber berbagai peritiwa yang menimpa manusia. Sesungguhnya pandangan melahirkan bisikan hati. Kemudian bisikan hati melahirkan pikiran. Kemudian pikiran melahirkan syahwat. Kemudian syahwat melahirkan keinginan. Kemudian keinginan itu bertambah kuat, lalu menjadi semangat yang mantap. Lalu terjadilah perbuatan dan memang mesti terjadi, selama tidak ada penghalang. Dan dalam hal ini dikatakan: (sabar terhadap pandangan mata lebih mudah daripada sabar terhadap yang sesudahnya).

Bahaya Pandangan: Mengakibatkan kerugian dunia akhirat.
Seorang Penyair berkata:
Dan apabila engkau melepaskan pandangan matamu sebagai pemandu-  bagi hatimu pada suatu hari, niscaya segala pandangan itu menyusahkan engkau.
Engkau melihat yang tidak semuanya engkau mampu- atasnya dan tidak pula engkau sabar dari sebagiannya.

Berapa banyak orang yang melepaskan pandangannya, maka ia ia tidak bisa berlepas diri darinya melainkan telah berlumuran darah di antaranya dalam keadaan terbunuh.

Dan yang aneh, pandangan mata orang yang memandang merupakan panah yang tidak sampai kepada yang dipandang, sehingga ia menyediakan tempat di hati yang memandang.

Dan yang lebih aneh dari hal itu, sesungguhnya pandangan menorehkan luka di hati, maka diikuti torehan luka yang lain. Kemudian perihnya luka tidak dapat menghalanginya untuk mengulanginya. Dan sungguh dikatakan: ‘Menahan pandangan mata lebih mudah daripada terus merugi’.

Kedua: Bisikan Hati
Adapun bisikan hati, maka urusannya lebih sulit. Sesungguhnya ia adalah sumber kebaikan dan keburukan. Darinya terlahir segala keinginan, rencana dan semangat. Maka barangsiapa yang menjaga bisikan hatinya, niscaya ia telah memegang tali kendali dirinya dan menguasai hawa nafsunya. Dan barangsiapa yang dikuasai oleh bisikan hatinya, maka hawa nafsunya lebih menguasainya. Dan barangsiapa yang meremehkan bisikan hatinya, niscaya ia akan menuntunnya kepada kebinasaan secara paksa.

Dan bisikan hati senantiasa mendatangi hati, sehingga ia menjadi angan-angan yang batil:

كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْئَانُ مَآءً حَتَّى إِذَا جَآءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. [An-Nuur/24 :39]

Angan-angan palsu:
Manusia yang paling rendah cita-citanya dan paling hina jiwanya adalah orang yang senang menukar realita dengan angan-angan palsu, menariknya untuk dirinya, dan berpakaian dengannya. Padahal –demi Allah– ia adalah modal orang-orang yang rugi dan pusat perdagangan para penganggur. Ia adalah makanan jiwa yang kosong, yang merasa cukup menyambung dengan kekuatan khayalan dan meninggalkan realita menuju angan-angan palsu.

Ia adalah yang paling berbahaya terhadap manusia, melahirkan kelemahan dan kemalasan, dan melahirkan kerugian dan penyesalan.

Pembagian Bisikan Hati:
Kemudian setelah itu, bisikan-bisikan hati terdiri dari beberapa bagian yang berkisar di atas empat dasar:

  1. Bisikan hati yang menarik manfaat-manfaat duniawi.
  2. Bisikan hati yang menarik bahaya-bahaya duniawi.
  3. Bisikan hati yang menarik kepentingan-kepentingan akhirat.
  4. Bisikan hati yang menarik bahaya-bahaya akhirat.

Maka hendaklah hamba memperhitungkan bisikan hati, pikiran, dan cita-citanya pada empat bagian ini. Apabila bisikan-bisikan hati saling bertabrakan karena begitu banyak ketergantungannya, ia mendahulukan yang lebih penting yang dikhawatirkan terlepasnya dan menunda yang kurang penting dan tidak dikhawatirkan lepasnya.

Maka bisikan hati dan pikiran orang yang berakal tidak melewati hal itu. Dengan hal itulah datangnya syari’at. Dan segala kepentingan dunia dan akhirat tidak berdiri kecuali atas hal itu. Dan pemikiran yang paling tinggi, paling besar, dan paling bermanfaat adalah: yang untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat. Dan pemikiran yang karena Allah Subhanahu wa Ta’ala terdiri beberapa macam:

  • Pertama: memikirkan ayat-ayat yang diturunkan dan merenunginya, serta memahami kehendak-Nya darinya. Dan karena sebab itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkannya, tidak hanya sekedar membacanya, tetapi membaca adalah sarana.

Sebagian salaf berkata, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan al-Qur`an untuk diamalkan, maka jadilah membacanya sebagai amal.

  • Kedua: memikirkan ayat-ayat yang disaksikan dan mengambil pelajaran darinya, serta mengambil dalil dengannya atas asma, sifat, hikmah, ihsan, kebaikan, dan kemurahan-Nya.
  • Ketiga: memikirkan segala karunia, ihsan, dan nikmat-Nya terhadap makhluk-Nya dengan berbagai macam nikmat, keluasan rahmat, ampunan, dan santun-Nya.
  • Keempat: Memikirkan aib diri dan penyakitnya, dan pada aib amal.
  • Kelima: Memikirkan kewajiban terhadap waktu dan tugasnya, serta mengumpulkan semua cita-cita atasnya.

Orang yang berbahagia adalah orang yang bisa mengatur waktunya dengan baik. Karena jika ia menyia-nyiakannya, niscaya sia-sialah segala mashlahatnya. Sesungguhnya semua mashlahat bermula dari waktu, dan jika ia menyia-nyiakannya niscaya ia tidak bisa menyusulnya untuk selamanya.

Nilai waktu
Imam asy-Syafii rahimahullah berkata: ‘Aku telah bergaul dengan kalangan sufi, maka aku tidak mendapatkan faedah dari mereka selain dua huruf: salah satunya adalah ucapan mereka: ‘Waktu adalah pedang, jika engkau memotongnya (engkau beruntung) dan jika tidak niscaya ia memotongmu.’ Kedua: jiwamu, jika engkau tidak menggunakannya dengan benar, dan jika tidak niscaya ia menggunakan engkau dengan kebatilan.’

Pada hakekatnya, waktu manusia adalah usianya. Ia adalah sumber kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan yang tetap, dan sumber kehidupannya yang sempit dalam siksaan yang pedih. Ia berlalu lebih cepat daripada awan. Jika waktunya yang digunakan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karena-Nya, maka ialah hidup dan usianya. Dan selain yang demikian itu tidak terhitung dalam kehidupannya. Dan jika ia hidup padanya, ia hidup seperti kehidupan binatang. Apabila ia menghabiskan waktunya dalam lupa, syahwat, dan angan-angan palsu dan sebaik-baik yang memotongnya adalah tidur dan menganggur. Maka kematian ini lebih baik daripada hidupnya.

Apabila seorang hamba –dan ia sedang shalat- ia tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya kecuali yang ia ingat darinya, maka tidak ada untuknya dari umurnya kecuali yang diperuntukkan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan karena-Nya.

Dan bisikan-bisikan hati dan pikiran selain bagian ini, maka bisa jadi ia adalah was-was syetan dan bisa jadi angan-angan palsu dan penipuan yang bohong, seperti bahaya orang-orang yang sakit di akal mereka, berupa orang-orang yang mabok dan pecandu narkotik.

Kondisi orang-orang tersebut mengatakan saat terbukanya kebenaran:
Jika kedudukanku di padang mahsyar di sisimu – apa yang telah kutemui, sungguh aku telah menyia-nyiakan hari-hariku
Angan-angan yang didapatkan jiwaku di satu masa- dan pada hari ini aku menganggapnya bagaikan mimpi-mimpi kosong.

Dan ketahuilah, sesungguhnya datangnya bisikan hati tidak berbahaya. Yang berbahaya hanyalah panggilan dan percakapannya. Bisikan hati bagaikan orang yang lewat di jalan. Jika engkau tidak memanggilnya dan engkau membiarkannya, niscaya ia lewat dan berlalu dari engkau. Dan jika engkau memanggilnya, niscaya ia menyihir engkau dengan omongan, tipu daya dan kepalsuannya. Bisikan hati adalah yang paling ringan terhadap jiwa kosong yang sedang menganggur, dan yang paling berat atas hati dan jiwa mulia yang tenang.

Maka manusia paling sempurna adalah yang paling banyak bisikan hati, pemikiran, dan keinginan dalam memperoleh keridhaan Rabbnya. Sebagaimana manusia yang paling kurang adalah yang paling banyak bisikan hati, pemikiran dan keinginan untuk bagian dan hawa nafsunya di manapun ia berada.

Inilah Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu, bisikan-bisikan hati saling berdesakan atanya dalam mendapatkan ridha Rabb Subhanahu wa Ta’ala. Maka terkadang ia menggunakannya dalam shalat, dan ia menyiapkan tentaranya, sedangkan dia dalam shalat. Berarti ia telah menggabungkan di antara jihad dan ibadah. Dan ini adalah bab masuknya berbagai macam ibadah dalam satu ibadah.

Ketiga: Ucapan Lisan
Adapun ucapan adalah menjaganya agar tidak keluar ucapan yang percuma, tidak berbicara kecuali pada sesuatu yang diharapkan keuntungan dan faedah dalam agamanya. Apabila ia ingin berbicara satu kata, ia berpikir: apakah ia mendapatkan keuntungan dan faedah ataukah tidak? Maka jika tidak ada keuntungan padanya, ia berpikir: apakah ia akan kehilangan kata yang lebih menguntungkan darinya, maka ia tidak menyia-nyiakannya dengan ini?

Dan apabila engkau ingin mengambil bukti terhadap yang ada di dalam hati, maka ambillah bukti atasnya dengan gerakan lisan. Sesungguhnya ia memperlihatkan kepadamu apa yang ada dalam hati. Pemiliknya menghendaki atau tidak.

Yahya bin Mu’adz berkata: hati itu seperti panci, mendidih dengan apa yang ada padanya, dan lisannya adalah gayungnya. Maka perhatikanlah seorang laki-laki saat berbicara, sesungguhnya lisannya menimba untukmu sesuatu yang ada dalam hatinya, manis dan asam, tawar dan asin, dan selain yang demikian itu. Dan menjelaskan kepadamu rasa hatinya dengan gayungan lisannya.

Dalam hadits Anas Radhiyallahu anhu yang marfu’:

لاَ يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيْمُ لِسَانُهُ

Tidak istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya, dan tidak istiqamah hatinya sehingga istiqamah lisannya.” [HR. Ahmad, dan baginya ada beberapa syahid].

وَسُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ؟ فَقَالَ: الفَمُ وَالْفَرَجُ.

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka? Beliau menjawab, ‘Mulut dan kemaluan.” [HR. at-Tirmidzi, dan ia berkata: hasan shahih].

Dan anehnya, sesungguhnya manusia bisa dengan mudah menjaga diri dari memakan yang haram, berbuat zalim, berzina, mencuri, meminum arak, memandang yang diharamkan dan selain yang demikian itu, dan sangat sulit atasnya menjaga diri dari gerakan lisannya. Dan berapa banyak engkau melihat laki-laki yang wara’ (menjaga diri) dari perbuatan keji dan zalim, sedangkan lisannya memfitnah pada kehormatan orang yang masih hidup dan yang sudah meninggal dunia, dan ia tidak perduli dengan ucapannya.

Dan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيْهَا, يَهْوِي بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَاْلمَغْرِبِ

Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan satu kata yang tidak jelas padanya, dia terjerumus dengan sebabnya di neraka lebih jauh di antara Timur dan Barat.” [HR. Muslim].

Dan dalam ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dalam hadits marfu’:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.

Barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.”

Sebagian salaf berkata: ‘Setiap ucapan anak manusia adalah membahayakannya, tidak berguna baginya, kecuali zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang mengikutinya.’

Keempat: Langkah Kaki
Adapun langkah kaki, maka memeliharanya adalah dengan cara tidak melangkahkan kakinya kecuali pada sesuatu yang dia mengharapkan pahalanya. Maka jika tidak ada tambahan pahala dalam langkahnya, maka duduk darinya lebih baik baginya. Dan ia bisa mengeluarkan diri dari setiap langkah yang mubah (boleh) menjadi ibadah dengannya dan meniatkannya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka langkahnya menjadi ibadah.

Dan tatkala tergelincir itu ada dua: tergelincir kaki dan tergelincir lisan, datanglah salah satu dari keduanya disertai yang lain dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَعِبَادُ الرَّحْمَانِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى اْلأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَاخَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلاَمًا

Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.  [Al-Furqan/25:63]

Maka Dia Subhanahu wa Ta’ala memberikan sifat istiqamah kepada mereka pada ucapan lisan dan langkah kaki mereka, sebagaimana Dia Subhanahu wa Ta’ala menggabungkan di antara pandangan mata dan bisikan hati dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

يَعْلَمُ خَآئِنَةَ اْلأَعْيُنِ وَمَاتُخْفِي الصُّدُورُ

Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.  [Ghafir/40:19]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tempat meminta pertolongan, Dia yang mencukupkan kita dan sebaik-baik berserah diri. Semoga rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kesejahteraan  selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan sahabatnya.

(Diterjemahkan dari risalah ‘Madakhil asy-Syaithan li ighwai al-Insan‘  min kalam al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. diringkas oleh divisi ilmiyah Dar al-Wathan)

[Disalin dari مداخل الشيطان لإغواء الإنسان Penulis Divisi ilmiyah Dar al-Wathan,  Penerjemah : Muhammad Iqbal Ghazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/61671-lorong-lorong-syetan-untuk-menyesatkan-manusia.html